Perdebatan Songgo Ideal dalam Pruning Kelapa Sawit: Mengapa Songgo 2 Bisa Jadi Pilihan Terbaik?

BENISUBIANTO.COM - Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di Indonesia, yang menyumbang signifikan terhadap ekonomi nasional. Namun, untuk memaksimalkan produksi tandan buah segar (TBS), perawatan tanaman seperti pruning atau pemangkasan pelepah menjadi kunci penting. Pruning bukan sekadar memotong daun tua, tapi juga strategi untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif. Di sini, muncul perdebatan panas di kalangan petani dan ahli agronomi: Berapa songgo ideal yang harus diterapkan saat pruning? Songgo 1, 2, atau 3?.

Dalam artikel ini, kita akan bahas perdebatan yang sering timbul diantara petani sawit, lengkap dengan pendapat bahwa songgo 2 sering kali menjadi pilihan optimal.

Sangga terbaik prunning pelepah sawit

Apa Itu Pruning dan Songgo dalam Kelapa Sawit?

Pruning adalah proses pemangkasan pelepah (fronds) yang sudah tidak produktif, seperti yang kering, rusak, atau terlalu tua. Tujuannya adalah menjaga jumlah pelepah ideal agar tanaman bisa optimal dalam fotosintesis, distribusi asimilat, dan produksi buah. Jika pelepah terlalu banyak, kanopi menjadi rapat, cahaya matahari sulit tembus, dan risiko penyakit meningkat. Sebaliknya, jika terlalu sedikit, tanaman stres dan produksi menurun.

Nah, istilah "Songgo" merujuk pada pelepah penyangga atau penahan buah. Songgo adalah jumlah pelepah yang dibiarkan untuk mendukung tandan buah agar matang sempurna. Berdasarkan pola spiral pelepah sawit, songgo dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Songgo 1: Menyisakan 8 pelepah (satu baris spiral di bawah buah).
  2. Songgo 2: Menyisakan 16 pelepah (dua baris spiral).
  3. Songgo 3: Menyisakan 24 pelepah (tiga baris spiral).

Pruning biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk tanaman produktif, menggunakan alat seperti dodos (chisel) atau egrek. Pelepah yang dipotong ditumpuk sebagai mulsa di lingkar mati untuk menekan gulma dan menambah bahan organik.

Perdebatan Songgo Ideal: Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing

Perdebatan ini muncul karena setiap pola songgo punya dampak berbeda terhadap produktivitas, tergantung umur tanaman, kondisi tanah, iklim, dan varietas sawit. Mari kita breakdown:

1. Songgo 1 (8 Pelepah Penyangga):

  • Kelebihan: Memudahkan panen karena kanopi lebih terbuka, mengurangi kehilangan brondolan (buah jatuh yang tersangkut), dan meningkatkan aerasi untuk mencegah penyakit seperti jamur. Cocok untuk tanaman dengan beban buah rendah atau di area dengan curah hujan tinggi.
  • Kekurangan: Risiko over pruning tinggi, yang mengurangi area fotosintesis. Akibatnya, tanaman stres, rasio bunga betina turun, dan produksi TBS bisa anjlok hingga 20-30%. Tidak direkomendasikan untuk tanaman muda atau produktif tinggi, karena bisa mengganggu pertumbuhan akar dan berat tandan.

2. Songgo 2 (16 Pelepah Penyangga):

  • Kelebihan: Menyeimbangkan antara fotosintesis optimal dan kemudahan panen. Penelitian menunjukkan bahwa songgo 2 memberikan keragaan vegetatif dan biomassa terbaik, dengan produksi lebih tinggi dibanding songgo 1 atau 3. Ideal untuk tanaman dewasa (>8 tahun), di mana jumlah pelepah total dijaga 40-48 helai, memastikan cahaya matahari cukup (minimal 5 jam/hari) dan distribusi asimilat efisien.
  • Kekurangan: Jika diterapkan pada tanaman muda, bisa menyebabkan kanopi terlalu rapat, menyulitkan polinasi dan meningkatkan kelembaban berlebih yang memicu penyakit.

3. Songgo 3 (24 Pelepah Penyangga):

  • Kelebihan: Maksimalisasi area fotosintesis untuk tanaman muda (3-8 tahun), dengan jumlah pelepah total 48-56 helai. Ini mendukung pertumbuhan cepat dan produksi awal yang tinggi, terutama di lahan subur dengan sinar matahari melimpah.
  • Kekurangan: Under pruning sering terjadi, menyebabkan kanopi terlalu lebat, sulit panen, dan kehilangan buah karena tandan tersembunyi. Produksi bisa turun jika iklim tidak mendukung, seperti di daerah teduh atau basah, karena meningkatkan risiko busuk buah.

Debat ini sering kali bergantung pada faktor eksternal. Misalnya, di lahan marginal dengan tanah kurang subur, songgo lebih rendah (seperti 1 atau 2) lebih aman untuk hindari stres. Sementara di perkebunan intensif, songgo 3 bisa jadi pilihan untuk maksimalkan yield. Data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menunjukkan bahwa jumlah pelepah optimal (40-56) bisa tingkatkan produksi hingga 30 ton/ha/tahun, tapi salah songgo bisa sebabkan kerugian.

Pendapat Kami: Sebaiknya Pilih Songgo 2 untuk Keseimbangan Optimal

Berdasarkan berbagai studi dan pengalaman pribadi di lapangan, pendapat kami adalah sebaiknya terapkan songgo 2 sebagai standar pruning, terutama untuk tanaman dewasa. Alasannya? Songgo 2 memberikan keseimbangan terbaik antara produktivitas dan kemudahan operasional. Penelitian menunjukkan bahwa pada songgo 2, biomassa dan pertumbuhan vegetatif lebih unggul, dengan peningkatan berat tandan dan rendemen minyak yang lebih tinggi dibanding songgo lain. Ini juga mengurangi risiko over atau under pruning, sehingga tanaman tetap sehat tanpa kehilangan potensi produksi.

Tentu saja, sesuaikan dengan kondisi spesifik kebun Anda. Konsultasikan dengan ahli agronomi atau lakukan uji coba kecil-kecilan. Ingat, pruning yang baik butuh tenaga terlatih dan pengawasan ketat untuk hindari kesalahan.

Kesimpulan

Perdebatan songgo ideal dalam pruning kelapa sawit mencerminkan kompleksitas perawatan tanaman ini. Songgo 1 cocok untuk efisiensi panen, songgo 3 untuk maksimalisasi fotosintesis pada tanaman muda, tapi songgo 2 sering jadi jalan tengah yang paling aman dan efektif. Dengan menerapkan songgo 2, petani bisa harapkan produksi stabil dan berkelanjutan. Jadi, yuk terapkan pruning yang tepat untuk sawit yang lebih produktif! Jika Anda punya pengalaman, share di komentar ya.

Baca Juga
Posting Komentar